Rabu, 25 Juni 2008

Garudafood, Pabrik Kacang atau Sekte Agama ?


Garudafood, Pabrik Kacang atau Sekte Agama ?

Penggemar filsafat yang bersahabat dengan Gus Dur ini membawa
Garudafood terbang amat tinggi. Dari hanya punya 1 pabrik dengan 700
karyawan dan 5 item produk, Garudafood dikembangkannya menjadi 8
pabrik, 19.000 karyawan dan 200 item produk. Konon, Sudhamek AWS
adalah CEO paling brilian di Indonesia sekarang ini. Dia mengubah
perusahaan menjadi mirip sekte agama.

Oleh : Robert Manurung

SELAMANYA aku skeptis terhadap dunia bisnis, apalagi di Indonesia.
Pebisnis adalah orang-orang oportunis, rent seeker, rakus, dan siap
melakukan hal-hal kotor demi mendapat keuntungan sebesar-besarnya.
Kunci sukses mereka cuma tiga : menjilat pemerintah, mengeksploitasi
buruh, dan menipu konsumen. Pokoknya, I hate them all.

Tapi anehnya, aku selalu terseret ke dunia yang mendewakan profit itu.
Dulu, ketika masih aktif sebagai wartawan, aku sempat antipati
terhadap Presdir PT Multi Bintang Indonesia, Tanri Abeng. Tapi setelah
mengenalnya dari dekat, aku berbalik kagum karena ternyata pria asal
Selayar (Sulsel) ini pernah jadi pengantar pizza di AS. Aku merasa
lebih akrab lagi setelah dikenalkan pada isterinya yang rendah hati,
Ida boru Nasution.

Kendati terkesan oleh kepribadian Tanri—yang belanja sendiri bahan
pakaiannya di Tanah Abang, lalu dikerjakan oleh tukang jahit biasa;
namun sikapku terhadap dunia bisnis tidak berubah sedikit pun. Aku
tetap antipati meski kemudian kenal dekat pentolan bisnis lainnya, Bob
Hasan, Martina Wijaya, Probosutedjo, Sudwikatmono, Pontjo Sutowo. Aku
makin skeptis setelah era Reformasi– yang memunculkan banyak petualang
bisnis alias parasit ekonomi.

Namun ada satu pengecualian, yaitu Sudhamek AWS, Chief Excecutive
Officer (CEO) PT.Garudafood.. Menurutku dia ini sangat brilian dan
relatif bersih; karena mampu meraih sukses luar biasa tanpa privilese
dari pemerintah; tidak terlibat kasus BLBI; tidak curang dalam
bersaing; dan tanpa merugikan konsumen. Meski belum pernah bertemu
dengannya, tapi aku banyak mendengar penilaian positif dari berbagai
pihak terhadapnya.

Dari Gudang Garam ke Garudafood

SUDHAMEK AWS lahir di Rembang 20 Maret 1956. Anak paling bontot dari
11 bersaudara. Meskipun keluarganya memiliki bisnis pengolahan kacang
kulit, dengan bendera perusahaan Garudafood, Sudhamek lebih senang
mencari tantangan dan pengalaman di luar. Lulusan S1 ekonomi (1981)
dan hukum (1982) dari Universitas Satya Wacana, Salatiga ini sempat
bekerja selama 12 tahun di PT.Gudang Garam Tbk (GG). Jabatan
terakhirnya Presdir PT Trias Santosa Tbk, anak perusahaan GG.

Kenapa tidak dari awal dia membangun karir di Garudafood ?

"Ada dua pertimbangan. Pertama, saya ingin mencari pengalaman di luar.
Kedua, bisnis keluarga ini masih kecil. Kalau saya masuk, akan
menambah beban orang tua karena harus mencarikan "mainan" (cabang
bisnis) buat saya."kata Sudhamek ketika diwawancarai majalah Warta
Ekonomi.

Bagaimana ceritanya dia menjadi CEO Garudafood ?

"Seorang eksekutif Garudafood membujuk kakak-kakak saya supaya meminta
saya bergabung. Waktu itu, orang tua saya sudah meninggal dunia.
Rupanya mereka terbujuk, selain ada kebutuhan untuk mengubah bisnis
keluarga. Kemudian mereka meminta saya memimpin Garudafood. Saya
bersedia dengan satu syarat : hubungan kami adalah atasan-bawahan.
Saya berpikir rasional, bagaimanapun saya anak bungsu. Kalau
hubungannya masih senioritas, saya tak akan bisa berbuat banyak."

Meskipun mengajukan persyaratan yang keras dan disetujui oleh
kakak-kakaknya, namun dalam kenyataannya Sudhamek tidak pernah memakai
"kartu truf" itu. Dia hanya ingin memastikan bahwa kepemimpinannya
bakal berjalan efektif, tanpa harus ewuh pakewuh karena kedudukannya
sebagai anak paling bontot di antara kakak-kakaknya yang ikut
mengelola Garudafood.

"Mungkin mereka sudah membayangkan akan diperintah adik terkecilnya,
ternyata tidak…hahaha. Saya lebih suka memimpin by heart,"tuturnya
sembari menjelaskan,"Pengalaman kerja di luar selama 12 tahun membuat
saya yakin perusahaan tak bisa berjalan tanpa dukungan penuh dari
share-holder. Jadi, keberhasilan saya membangun perusahaan ini juga
karena dukungan total kakak-kakak saya."

Menjadi konglomerasi yang ekspansif

Di BAWAH kendali Sudhamek, Garudafood berkembang pesat dan menjelma
jadi konglomerasi. Sebelum dia bergabung, perusahaan keluarga ini
hanya memiliki 1 pabrik dengan 700 karyawan dan 5 item produk. Dalam
waktu singkat, Garudafood dikembangkannya menjadi 8 pabrik, 19.000
karyawan dan 200 item produk.

Berkat kemajuan yang luar biasa itu, Garudafood berhasil menggusur Dua
Kelinci sebagai pemimpin pasar kacang kulit. Tapi Sudhamek belum puas.
Lalu dia merambah ke bisnis biskuit, minuman, snack dan distribusi;
dan ternyata sukses pula. Selanjutnya dia ingin membangun imperium
bisnis yang merajai food industries, sambil melebarkan sayap ke bidang
bisnis yang dianggapnya sangat strategis, yaitu CPO dan farmasi.

Apa rahasia suksesnya mengalahkan Dua Kelinci ?

"Pertama,benahi distribusi. Indonesia ini negara kepulauan. Kunci di
bisnis consumer goods adalah distribusi yang bisa menjangkau seluruh
lokasi. Sekuat apa pun marketing kita, kalau produk belum ada di
pasar, tak ada artinya. Merata dulu baru beriklan."ujar Sudhamek.

"Kedua, membangun brand. Ketiga, inovasi. Sekarang, posisinya, apa pun
produk kami, ditiru Dua Kelinci. Kami buat Katom (kacang atom), mereka
juga bikin Sukro. Kami buat Pilus, mereka bikin Tik Tak. Satu-satunya
yang tidak mereka ikuti di biskuit. Mungkin masih ngeri karena ada
Danone, Arnotts, dan Nabisco. Belum lagi pemain kuat lokal seperti
Mayora dan Khong Guan."imbuhnya.

Sekarang, produk yang menjadi kontributor utama pendapatan Garudafood
ternyata bukan kacang kulit, melainkan biskuit. Kacang kulit bahkan
sudah harus bersaing di urutan kedua dengan produk minuman. Menurut
Sudhamek item kacang kulit Garudafood yang paling laris adalah kemasan
eceran Rp 500.

"Orang sering salah persepsi jika bicara Garudafood, yang ada di
benaknya pasti kacang. Ini problem bagi saya. Sebab, Garudafood ini
corporate brand, bukan product brand lagi. Ini otokritik untuk divisi
marketing kami,"katanya.

Pabrik kacang atau sekte agama ?

BISNIS sekarang ini sudah jauh berubah dibanding masa ayah Sudhamek
membangun Garudafood, puluhan tahun silam. Ketika itu tuntutan
konsumen kacang kulit masih sangat sederhana, yaitu rasanya gurih,
garing dan kulit kacangnya terlihat bersih. Kemasan masih dianggap
sekadar pembungkus; belum ada yang mempersoalkan standar keamanan buat
kesehatan, apalagi estetika, itu urusan kesekian. Soal bagaimana
perusahaan pembuatnya juga belum dikaitkan dengan produk.

Sekarang, setiap pembeli kacang kulit Garudafood, biarpun harganya
cuma Rp 500, yang ada di benaknya bukan lagi sekadar rasa gurih,
garing, higienis dan kemasan yang artistik, tapi sudah memperhitungkan
image produk itu sendiri. Dan ini terkait erat dengan industri
pencitraan,yaitu iklan dan reputasi perusahaan..

Nike, merek sepatu dan peralatan olahraga global yang dipopulerkan
pebasket legendaris Michael Jordan itu, kini sudah menjadi brand yang
jelek di Indonesia. Pasalnya, perusahaan outsourcing yang memproduksi
sepatu dan apparel Nike di Indonesia banyak yang mengemplang hak-hak
buruh, sehingga sering terjadi demo, terutama di Tangerang.

Bagaimana Sudhamek menyikapi fenomena ini ?

"Sejak 17 tahun lalu, jauh sebelum konsep Spiritual Company (SC)
menjadi sangat populer, Garudafood sudah mempraktekkan itu. Kenaikan
pangkat dan bonus karyawan tidak hanya ditentukan secara kuantitatif
dengan KPI (Key Performance Indicator), tetapi juga kualitatif, yaitu
attitude atau perilaku,"ucap Ketua Majelis Buddhayana Indonesia (MBI)
ini sembari menjelaskan,"Contoh lain, sebelum dan setelah rapat, kami
selalu berdoa bersama. Mungkin saya CEO yang paling sering berdoa…hahaha."

Bagaimana praktek SC di Garudafood ?

"Analoginya seperti pohon bambu. Pada tiga-empat tahun awal, bambu
tumbuh ke bawah, memperkuat akar, dan baru ke atas. Makanya diterjang
angin sekuat apa pun bambu tidak rubuh. Artinya, kalau perusahaan mau
kukuh, kita perkuat akarnya dulu. Di Garudafood, akarnya adalah
nilai-nilai spiritual, filosofi, dan misi perusahaan. Nilai-nilai ini
kami buatkan kurikulum, modul-modul, metode sosialisasi, organisasi,
sistem, bujet, maupun infrastrukurnya."

"Jika dilakukan secara konsisten, kultur akan terbentuk. Memang ini
jangka panjang, karena kami membangun habit,"tutur Sudhamek yang
bersahabat dengan banyak orang dari berbagai latar belakang. Sebelum
Nurcholis Madjid meninggal dunia, tokoh yang populer dengan panggilan
Cak Nur ini sempat membangun sekolah plus bersama Sudhamek; yaitu
Seville Nation Plus Schools.

"Kami ingin membangun pendidikan yang menyeimbangkan prestasi akademik
dan pembentukan watak.Ini agar anak-anak kita tak hanya pintar, tetapi
juga memiliki hati yang hangat,"ujar pengikut Budha ini mengenai
sekolah yang dibangunnya bersama Cak Nur.

Apa yang dilakukan Garudafood kalau ada karyawan menyimpang dari
nilai-nilai perusahaan ?

"Ini ajaran Budha. Suatu ketika Budha ditanya bagaimana caranya
mendidik murid. Lantas, Budha bertanya kepada Keshi, salah satu
muridnya yang pawang kuda, bagaimana cara dia mendidik kuda. Keshi
menjawab," Pertama, kuda akan saya didik dengan lembut. Kalau tidak
berhasil, akan saya kombinasikan dengan cara keras. Kalau gagal juga,
kuda itu saya bunuh." Lantas, Budha berkata,"Begitu juga yang saya
lakukan dalam mendidik. Cuma bedanya, saya tidak membunuh, tetapi akan
saya keluarkan dia dari komunitas ini."

"Artinya, seorang nabi pun memiliki sikap tegas. Begitu juga dengan
mengurus perusahaan, kita harus tegas. Kita tak bisa mengambil resiko
kapal ini tenggelam karena mempertahankan 1-2 orang yang buruk,"ujar
Sudhamek.

Calon presiden ?

MENARIK bukan ? Itulah Sudhamek, pemimpin visioner yang telah
"menyulap" Garudafood dari perusahaan keluarga yang relatif kecil
menjadi konglomerasi–dengan manajemen profesional yang berbasis
nilai-nilai spiritual. Ruang kerjanya di Wisma Garudafood di
Jl.Bintaro Raya No.10 Jakarta Selatan, dihiasi dua lukisan yaitu
merpati dan kuda. Katanya, merpati melambangkan kedamaian dan kuda
adalah simbol dinamika. Orang awam mungkin akan melihatnya sebagai
gabungan yang kontras atau paradoksal, tapi bagi Sudhamek itu adalah
sintesis.

Kenapa ya tidak ada partai atau tokoh-tokoh daerah meminta pengusaha
muda yang hebat ini untuk jadi calon gubernur atau presiden ? Apakah
karena dia keturunan Cina dan beragama Budha ?

(www.ayomerdeka.wordpress.com)

Tidak ada komentar: