Senin, 16 Juni 2008

Perlukah Kita Membawa-bawa Dendam Ini?


Teman-teman.

Dendam nyaris selalu disertai sakit hati. Dan itu sering menjadi
dasar untuk melakukan sebuah pembalasan. Saat orang lain melakukan
sesuatu yang tidak kita sukai, tiba-tiba saja kita merasa
mendapatkan ijin khusus dari Tuhan untuk melakukan pembalasan.
Bahkan, tidak jarang kita memberikan `bonus' nya sekalian. Jika anda
menampar saya perlahan, maka sebagai bonusnya, tamparan balasan dari
saya bisa sangat keras sekali. Kalau perlu, hingga membuat anda
pingsan. Jika hari ini saya belum bisa membalas anda, maka semuanya
itu akan berubah menjadi utang yang wajib untuk dibayarkan kepada
anda dimasa depan. Jika tangan saya sendiri tidak mampu
melakukannya, maka saya mengutus orang lain untuk mewakili
terlunasinya utang-utang itu. Berikut bunganya sekalian. Bukan
begitukah kita mendefinisikan sebuah dendam?

Secara garis besar, ada tiga komponen yang menghidupi dendam, yaitu:
perbuatan orang lain kepada kita, rasa sakit hati, dan pembalasan.
Mari kita tahas, satu demi satu. Pertama, perbuatan orang lain
kepada kita. Dalam banyak situasi, kita tidak bisa mengendalikan
perbuatan orang lain. Kita sama sekali tidak memiliki hak untuk
menyuruh atau melarang orang lain untuk melakukan atau menghindari
sebuah perbuatan. Paling banter, anda hanya bisa menghimbau.
Misalnya dengan mengatakan; "Maaf Mas, kalau mau merokok jangan
diruangan ber-AC seperti ini dong...."  Apakah orang itu akan
berhenti, atau pindah ketempat terbuka, atau memasabodohkan
perkataan anda; itu diluar kuasa anda.

Bahkan, sekalipun anda seorang atasan; anda hanya bisa
mengatakan; "Optimalkan jam kerjamu." Atau "Lakukan kegiatan ekstra
untuk perusahaan." Atau "Jangan terlambat masuk kerja." Anda bisa
melakukannya sebatas itu. Sekalipun anda melakukan semuanya itu atas
kewenangan anda dan demi kebaikan organisasi dan diri mereka
sendiri, tetapi dimata mereka anda tidak lebih dari seorang atasan
yang bawel. Anda tak perlu heran. Sebab, anda sama sekali tidak bisa
mengontrol tindakan atau perbuatan orang lain. Dengan kata lain;
anda sama sekali tidak memiliki kuasa untuk mempengaruhi 'will'
seseorang. Mengapa? Karena, 'kehendak' adalah hak setiap manusia.
Dan seperti yang kita tahu; ada orang yang mampu mengarahkan
kehendaknya kepada hal-hal postif dan produktif, dan ada pula yang
sebaliknya.  

Kedua, rasa sakit hati. Mungkin anda bisa mengatakan 'sakit sekali
hati ini'. Namun, bisakah anda menemukan dimanakah letaknya rasa
sakit hati itu? Dibawa kerumahsakit pun tidak akan membantu anda
menemukan letak rasa sakit itu. Mengapa? Karena sakit hati adanya
diawang-awang. Yang bisa menjangkaunya hanyalah perasaan. Liver kita
sehat walafiat. Tetapi, mengapa kita merasakan sakit begitu rupa?
Karena kita membiarkan perasaan merengkuh rasa sakit itu. Dan
membawanya masuk kedalam hati kita. Seandainya kita tidak
mengijinkan perasaan menggapainya, maka kita tidak akan
merasakannya.  

Oleh karena itu, sakit hati sama sekali tidak berhubungan dengan
tindakan orang lain; melainkan dengan diri kita sendiri. Jika kita
tidak menginginkan rasa sakit hati itu, maka tindakan apapun yang
dilakukan oleh orang lain tidak akan berhasil menjadikan kita sakit
hati. Ada orang yang menghina anda sebegitu rupa; namun, anda tidak
mengijinkan perasaan membawa sakit hati. Maka anda akan tenang-
tenang saja. Ada orang yang menggosipkan tentang kekurangan-
kekurangan anda. Dan tentu saja, gosip baru enak kalau ditambah
dengan bumbu-bumbu, bukan? Sehingga, dilingkungan anda terbentuk
opini yang sedemikian buruknya tentang anda. Anda sakit hati? Tidak,
jika anda tidak mengijinkan sang perasaan melakukannya. Sekalipun
tidak semua yang mereka katakan tentang anda itu benar. Artinya, ada
bumbu tambahan yang dilebih-lebihkan. Jika anda benar-benar tidak
seperti yang mereka katakan; maka itu tidak akan terlalu berpengaruh
kepada baik atau buruknya diri anda. So what?

Ketiga, pembalasan. Anda boleh melakukan pembalasan dengan 3 syarat;
kalau anda lebih kuat, kalau ingin membuat dendam baru, dan kalau
anda kurang kerjaan. Kalau mereka lebih kuat dari anda, dan anda
ngotot untuk melakukan pembalasan itu berarti anda bunuh diri. Jadi,
melakukan pembalasan kepada pihak yang lebih kuat itu sama sekali
bukanlah tindakan yang cerdas. Jika anda benar-benar cerdas, lebih
baik lupakan saja itu yang namanya balas dendam. Buang jauh-jauh
sifat dendam, dan anda akan hidup dengan tentram.

Mungkin anda bisa membalas dendam. Sehingga ketika dendam itu
terbalaskan, hati anda sembuh dari sakit. Hey, harap diingat;
pembalasan anda bisa menumbuhkan dendam lain dihati mereka. Kemudian
mereka membalas lagi kepada anda, lalu anda kembali membalasnya.
Maka jadilah dendam itu berputar-putar sampai tidak tahu kapan
saatnya untuk berhenti. Sehingga, anak keturunan kita harus ikut
menanggung dendam yang sama; meskipun mereka tidak tahu menahu apa
penyebabnya. Maukah anda mengorbankan anak cucu untuk sebuah dendam
yang anda buat dengan orang lain? Tidak. Baguslah itu. Jadi, mari
kita lupakan dendam kesumat itu. Cukup sampai disitu saja.

Lagipula, anda bukanlah orang yang kekurangan pekerjaan. Ada seribu
satu hal penting yang membutuhkan curahan perhatian kita. Dengan
melakukan semuanya itu, hidup kita menjadi lebih berarti. Jika kita
membuang-buang waktu, tenaga, dan perhatian hanya untuk mengurusi
dendam; maka semua hal positif yang menanti kita untuk bertindak
akan terbengkalai begitu rupa. Sehingga, hidup kita menjadi kurang
bermakna. Jadi, bisakah kita mengatakan kepada diri kita sendiri
bahwa; 'kita tidak memiliki waktu untuk membalas dendam'. Oleh
karena itu, setiap perbuatan buruk orang lain kepada kita, tidak
perlu dibalas dengan perbuatan buruk yang sama. Dengan begitu,
selain kita bisa menjadi manusia yang pemaaf; kita akan terbebas
dari sesuatu yang kita sebut sebagai 'sakit hati' itu. Kita juga
bisa melakukan banyak hal lain yang lebih berguna dalam hidup ini.
Jadi, perlukan membawa-bawa dendam ini disepanjang hidup kita?

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman

http://www.dadangkadarusman.com/

Tidak ada komentar: