Senin, 16 Juni 2008

Zakat Sebagai Sistem Kesejahteraan Sosial


Zakat adalah satu dari rukun Islam yang lima, artinya zakat merupakan
sendi agama. Bentuk zakat adalah memberikan sebagian harta secara
reguler kepada orang lain yang berhak, ada yang setahun sekali setiap
Idul Fitri (zakat fitrah), ada yang  setiap panen (zakat pertanian)
ada yang setiap tutup buku (perdagangan) dan ada yang setiap berjumpa
obyeknya (zakat barang temuan/harta karun). Bagi pembayar, zakat
sebagaimana arti bahasa dari kata zakat mengandung arti suci dan
tumbuh, yakni orang yang patuh membayar zakat , hatinya dididik
menjadi suci, yakni hatinya sedikit-sedikit dilatih untuk tidak
terbelenggu oleh harta karena memberi kepada orang lain merupakan
latihan jiwa membuang sifat tamak, menanamkan kesadaran bahwa didalam
harta miliknya ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Harta pun
menjadi suci karena terbebas dari apa yang bukan miliknya.

Menurut al Qur'an, di dalam harta si kaya terkandung hak-hak orang
lain, yang meminta dan yang tidak berani meminta. wa fi amwalihim
haqqun li as saili wa al mahrum. Jadi zakat memang milik mustahiq yang
harus dibayarkan, jika tidak dibayarkan maka berarti si kaya menahan
hak-hak orang miskin yang berhak, dan perbuatan itu searti dengan
korupsi. Zakat juga mengandung arti tumbuh, yakni bahwa harta yang
dizakati akan tumbuh berkembang secara sehat seperti pohon yang
rindang, indah dipandang mata, bisa untuk berteduh orang banyak dan
buahnya bermanfaat.

Zakat merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan. Prinsip dasar
syariat Islam adalah memperkecil beban, oleh karena itu zakat bersifat
ringan, hanya 2,5 % (zakat niaga/kekayaan), 5 % (zakat produksi
pertanian padat modal) , 10 % (zakat produksi pertanian tadah hujan
dan 20 % (zakat barang temuan atau rejeki nomplok). Zakat dipusatkan
pada membayar, bukan pada menerima, oleh karena itu zakat lebih
merupakan shok terapi bagi pemilik harta agar tidak serakah memonopoli
kekayaan. Zakat tidak relefan dengan pengentasan kemiskinan karena
jumlahnya yang sangat sedikit. Oleh karena itu sebagaimana disamping
salat wajib juga dianjurkan salat sunnat yang bermacam-macam dan jauh
lebih banyak dibanding salat wajib, maka disamping kewajiban berzakat,
pemilik harta dianjurkan untuk memberi sedekah dan infaq. Shadaqah
adalah pemberian yang diberikan kepada fakir miskin dengan niat
ibadah. Fakir adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak
pula memiliki harta untuk membiayai hidupnya, sedangkan orang miskin
adalah orang yang memiliki pekerjaan tetapi hasilnya tidak mencukupi
untuk membiayai hidupnya secara "pantas". Jika zakat hanya diwajibkan
kepada orang kaya, sadaqah bukan saja dianjurkan kepada orang kaya
tetapi juga dianjurkan kepada orang miskin. Jika zakat ditentukan
obyeknya, tarifnya dan mustahiqnya, maka sedekah tidak dibatasi
jumlahnya, boleh 1 % dari hartanya, boleh 10 %, boleh 50 % dan bahkan
boleh menyedekahkan hartanya secara keseluruhan.

Adapun infaq adalah pemberian yang ditentukan jumlahnya untuk
kepentingan tertentu, misalnya infaq untuk membangun jalan, membangun
sekolah, membangun masjid dan sebagainya. Dalam keadaan sulit pada
zaman Rasul, Usman bin Affan sebagai orang kaya menyerahkan 50 %
hartanya untuk infaq dan sadaqah, sementara Abu Bakar Siddiq sebagai
orang miskin menyerahkan 100 % harta miliknya untuk infaq dan sedeqah.

Kata sadaqah ada hubungannya dengan kata shadiq-shidaqah yang berarti
persahabatan. Maknanya orang yang gemar sedekah akan memperoleh banyak
sahabat, terutama dari orang yang menerima sedekah itu. Shadaqah juga
berhubungan dengan kata shidq yang artinya benar atau jujur, maknanya
bahwa pemberian shadaqah akan menumbuhkan persahabatan yang benar,
persahabatan yang dilandasi oleh nilai kejujuran bukan persahabatan
palsu. Suap juga merupakan pemberian, bahkan biasanya pemberian dalam
jumlah besar, tetapi praktek suap tidak akan melahirkan persahabatan
yang benar dan jujur, sebaliknya jika tujuan suap tidak tercapai,
penyuapan akan berbuntut menjadi permusuhan.

Memang zakat, infaq dan sadaqah bisa dimenej menjadi potensi ekonomi
masyarakat, tetapi psikologi zakat infaq dan sedekah lebih pada
penjalinan hubungan antar manusia dalam keluarga, hubungan
pertetanggaan dan pembinaan masyarakat secara lebih luas. Oleh karena
itu dalam agama ditetapkan tiga perioritas penerima zakat dan sedekah,
yaitu orang miskin, tetangga dekat dan kerabat. Jika banyak orang
miskin sementara yang disedekahkan sedikit, utamakan untuk orang
miskin yang masih ada hubungan kerabat dekat dan orang miskin yang
menjadi tetangga dekat. Nabi bahkan menganjurkan agar jika di rumah
memotong ayam (atau yang lain), perbanyak kuahnya ketika memasak agar
bisa memberi tetangga. Nabi bahkan menekankan agar tidak malu memberi
tetangga meski hanya "ceker ayam".  Mengapa ?, tradisi saling memberi
makanan anta\r tetangga , meski hanya makanan sederhana sangat besar
peranannya dalam mengeratkan hubungan sosial. Sebaliknya pemberian
bergengsi mungkin justeru memberatkan kepada yang menerima karena ia
dibebani perasaan harus membalas dengan pemberian yang gengsinya setara.

Jadi zakat merupakan konsep dasar dari pembangunan kesejahteraan
sosial yang harus dikembangkan secara cerdas, sejalan dengan tradisi
masyarakat . Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa zakatnya rumah adalah
menjamu tamu. Ajaran ini bisa dikembangkan misalnya, zakatnya mobil
pribadi adalah pada sekali-sekali mengantarkan tetangga yang
membutuhkan angkutan . Begitulah seterusnya sehingga pada setiap
harta, disadari bahwa di dalamnya ada hak orang lain. Sosiolog Ibnu-
Khaldun bahkan memperkenalkan istilah produk seribu orang, yakni bahwa
dalam setiap benda yang kita miliki, kata Ibn Khaldun, proses
keberadaanya telah melibatkan seribu orang. Kursi kayu yang kita
duduki misalnya telah melibatkan penanam kayu, penebang kayu, pembuat
alat pertukangan, tukang kayu, pembuat pelitur, pemelitur, pembuat
paku, pengali tambang biji besi sampai kepada angkutan yang membawa
kursi itu ke rumah. Angka seribu yang diperkenalkan Ibn Khaldun bukan
angka matematik tetapi untuk menunjukan betapa banyaknya orang yang
terlibat dalam proses kehadiran suatu benda, oleh karena itu kata Ibn
Khaldun, setiap benda memiliki fungsi sosial.

Ada tiga format pemberian dengan nama yang berbeda, yaitu hadiah,
hibah dan sedekah. Hadiah adalah pemberian dari orang kecil kepada
orang yang dihormati. Misalnya persatuan guru SD memberi hadiah kepada
Gubernur, sebuah produk kerajinan yang dilakukan oleh murid-murid SD
Teladan. Hibah adalah pemberian dari seseorang kepada orang yang
setara tingkatnya, pemberian yang bersifat persahabatan atau
solidaritas sesama teman. Sedekah adalah pemberian dari orang yang
lebih kuat kepada orang yang lebih lemah. Orang yang memiliki uang
seratus ribu tetapi berani bersedekah sembilanpuluh ribu, adalah
termasuk orang kuat dibanding orang yang memiliki sejuta rupiah tetapi
tidak mampu bersedekah dalam jumlah yang sama.

Dalam Islam diajarkan bahwa sedekah akan menghilangkan bala (bencana),
as- shadaqatu tadfa`u al bala'. Maknanya orang yang gemar memberi, ia
akan memiliki banyak teman dan dicintai orang banyak secara jujur.
Oleh karena itu setiap kali datang gangguan datang kepadanya, orang
banyak akan datang ramai-ramai membantunya sehinga ia terhindar dari
bencana yang tak diinginkan.

Kemampuan memberi tidak mesti berhubungan dengan banyaknya
kepemilikan. Ada orang yang hanya memiliki sedikit tetapi mampu
memberi banyak, sementara ada orang yang banyak memiliki tetapi tidak
mampu memberi walau sedikit. Kemampuan memberi berkaitan erat dengan
cara berfikir. Ada orang memiliki kambing 99 ekor, ketika sedang
menggembala berjumpa dengan seseorang yang sedang menggembalakan
kambingnya satu ekor, karena hanya satu ekor itulah kambing yang
dimiliki. Dalam pikiran pemilik 99 ekor, tanggung amat kau, kambing
hanya satu, saya punya 99, maka yang ia pikirkan adalah bagaimana
memindahkan yang satu ekor itu untuk menggenapkan kambingnya menjadi
seratus. Seandainya ia berfikir untuk memberi maka akan ada rumus;
biar kambingku genap, ini yang sembilan aku berikan padamu, aku punya
90 dan engkau punya 10.

Hasan al Banna, pendiri Ikhwan al Muslimin Mesir pernah memberi tiga
nasehat yang sangat baik. Katanya : (a) berfikirlah untuk memberi agar
orang lain memperoleh faedahnya (b) berfikirlah untuk selalu menanam
agar orang lain bisa memetiknya, dan (c) bersusahpayahlah untuk
memberi kesempatan orang lain beristirahat.

Nasehat ini sesungguhnya sangat mendalam, karena dibalik nasehat itu
ada logika-logika yang bisa dijelaskan;

(1) hendaknya semua orang dalam masing-masing kapasitasnya, sebagai
pemimpin, sebagai anak buah, sebagai suami, sebagai isteri, sebagai
orang tua, sebagai anak dan seterusnya berfikirlah untuk dapat memberi
sesuai dengan posisinya, jangan hanya berfikir apa yang dapat saya
peroleh. Bayangkan seandainya semua karyawan dalam suatu kantor selalu
bertanya apa yang dapat saya ambil dari kantor ini, maka pasti tak
lama kemudian kantor itu bangkrut. Begitupun negara kita akan bangkrut
jika setiap aparat negara selalu berfikir apa yang dapat saya ambil
dari negeri ini.

(2) Hendaknya semua orang berfikir untuk menanam agar orang lain bisa
memetiknya. Jika semua orang berfikir menanam untuk memetik sendiri,
maka tidak ada orang tua yang mau menanam kelapa, karena tanaman
kelapa biasanya baru bisa dipetik oleh generasi anaknya.  Jika orang
menanam hanya untuk dapat segera memetik buahnya maka orang lebih suka
menanam bayam, tidak mau menanam pohon jati. Nasehat ini menjadi
sangat mengena karena sesungguhnya semua yang kita petik (di pasar);
buah-buahan, sayuran, dan beras adalah tanaman orang lain di tempat
lain. Yang paling berbahaya adalah jika orang hanya berfikir memetik
dan tidak mau menanam, seperti orang yang dengan rakus membabat hutan
tanpa berusaha menanam kembali. Apa yang bisa ditanam ? Pohon-pohonan,
ilmu pengetahuan dan jasa. Orang bijak berkata; barang siapa menanam
pasti memetik, man zaro`a hashada, meski yang dipetik mungkin tanaman
orang lain, di tempat lain dan di kurun waktu yang lain.

(3) Hendaknya semua orang memusatkan perhatian untuk bekerja keras
untuk memberi kesempatan orang lain beristirahat. Kenapa ? karena
sesungguhnya orang  bisa istirahat juga jika ada orang lain yang susah
payah bekerja. Penumpang bus Surabaya Jakarta bisa tertidur lelap
karena ada supir yang tetap terjaga. Ibu-ibu bisa isterihat di rumah
karena ada bapak dan ibu guru yang bekerja keras mengajar anak-anak
mereka di sekolah.

sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Tidak ada komentar: