Rabu, 27 Agustus 2008

Misteri Bilangan Nol


RATUSAN tahun yang lalu, manusia hanya mengenal 9 lambang bilangan yakni 1,
2, 2, 3, 5, 6, 7, 8, dan 9. Kemudian, datang angka 0, sehingga jumlah
lambang bilangan menjadi 10 buah. Tidak diketahui siapa pencipta bilangan 0,
bukti sejarah hanya memperlihatkan bahwa bilangan 0 ditemukan pertama kali
dalam zaman Mesir kuno. Waktu itu bilangan nol hanya sebagai
lambang.Dalamzaman modern, angka nol digunakan tidak saja sebagai
lambang, tetapi juga
sebagai bilangan yang turut serta dalam operasi matematika. Kini, penggunaan
bilangan nol telah menyusup jauh ke dalam sendi kehidupan manusia. Sistem
berhitung tidak mungkin lagi mengabaikan kehadiran bilangan nol, sekalipun
bilangan nol itu membuat kekacauan logika. Mari kita lihat.

Nol, penyebab komputer macet

Pelajaran tentang bilangan nol, dari sejak zaman dahulu sampai sekarang
selalu menimbulkan kebingungan bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan
masyarakat pengguna. Mengapa? Bukankah bilangan nol itu mewakili sesuatu
yang tidak ada dan yang tidak ada itu ada, yakni nol. Siapa yang tidak
bingung? Tiap kali bilangan nol muncul dalam pelajaran Matematika selalu ada
ide yang aneh. Seperti ide jika sesuatu yang ada dikalikan dengan 0 maka
menjadi tidak ada. Mungkinkah 5*0 menjadi tidak ada? (* adalah perkalian).
Ide ini membuat orang frustrasi. Apakah nol ahli sulap ?

Lebih parah lagi-tentu menambah bingung-mengapa 5+0=5 dan 5*0=5 juga? Memang
demikian aturannya, karena nol dalam perkalian merupakan bilangan identitas
yang sama dengan 1. Jadi 5*0=5*1. Tetapi, benar juga bahwa 5*0=0. Waw.

Bagaimana dengan 5o=1, tetapi 50o=1 juga? Ya, sudahlah. Aturan lain tentang
nol yang juga misterius adalah bahwa suatu bilangan jika dibagi nol tidak
didefinisikan. Maksudnya, bilangan berapa pun yang tidak bisa dibagi dengan
nol. Komputer yang canggih bagaimana pun akan mati mendadak jika tiba-tiba
bertemu dengan pembagi angka nol. Komputer memang diperintahkan berhenti
berpikir jika bertemu sang divisor nol.

Bilangan nol: tunawisma
Bilangan disusun berdasarkan hierarki menurut satu garis lurus (Gambar 1a).
Pada titik awal adalah bilangan nol, kemudian bilangan 1, 2, dan seterusnya.
Bilangan yang lebih besar di sebelah kanan dan bilangan yang lebih kecil di
sebelah kiri. Semakin jauh ke kanan akan semakin besar bilangan itu.
Berdasarkan derajat hierarki (dan birokrasi bilangan), seseorang jika
berjalan dari titik 0 terus-menerus menuju angka yang lebih besar ke kanan
akan sampai pada bilangan yang tidak terhingga. Tetapi, mungkin juga orang
itu sampai pada titik 0 kembali. Bukankah dunia ini bulat?

Mungkinkah? Bukankah Columbus mengatakan bahwa kalau ia berlayar
terus-menerus ia akan sampai kembali ke Eropa?

Lain lagi. Jika seseorang berangkat dari nol, ia tidak mungkin sampai ke
bilangan 4 tanpa melewati terlebih dahulu bilangan 1, 2, dan 3. Tetapi, yang
lebih aneh adalah pertanyaan mungkinkan seseorang bisa berangkat dari titik
nol? Jelas tidak bisa, karena bukankah titik nol sesuatu titik yang tidak
ada? Aneh dan sulit dipercaya? Mari kita lihat lebih jauh. Perhatikan garis
bilangan (Gambar 1a), di antara dua bilangan atau antara dua buah titik
terdapat sebuah ruas. Setiap bilangan mempunyai sebuah ruas. Jika ruas ini
dipotong-potong kemudian titik lingkaran hitam dipindahkan ke tengah-tengah
ruas (Gambar 1b), ternyata bilangan 0 tidak mempunyai ruas. Jadi, bilangan
nol berada di awang-awang. Bilangan nol tidak mempunyai tempat tinggal alias
tunawisma. Itulah sebabnya, mengapa bilangan nol harus menempel pada
bilangan lain, misalnya, pada angka 1 membentuk bilangan 10, 100, 109,
10.403 dan sebagainya. Jadi, seseorang tidak pernah bisa berangkat dari
angka nol menuju angka 4. Kita harus berangkat dari angka 1.

Mudah, tetapi salah
Guru meminta Ani menggambarkan sebuah garis geometrik dari persamaan 3x+7y =
25. Ani berpikir bahwa untuk mendapatkan garis itu diperlukan dua buah titik
dari ujung ke ujung. Tetapi, setelah berhitung-hitung, ternyata cuma ada
satu titik yang dilewati garis itu, yakni titik A( 6, 1), untuk x = 6 dan y
= 1 (Gambar 2). Sehingga Ani tidak bisa membuat garis itu. Sang guru
mengingatkan supaya menggunakan bilangan nol. Ya, itulah jalan keluarnya.
Pertama, berikan y = 0 diperoleh x = (25 - 0) / 3 = 8 (dibulatkan),
merupakan titik pertama, B(8,0). Selanjutnya berikan x = 0 diperoleh y = (25
- 3.0) / 7 = 4 (dibulatkan),
merupakan titik kedua C(0,4). Garis BC, adalah garis yang dicari. Namun,
betapa kecewanya sang guru, karena garis itu tidak melalui titik A. Jadi,
garis BC itu salah.

Ani membela diri bahwa kesalahan itu sangat kecil dan bisa diabaikan. Guru
menyatakan bahwa bukan kecil besarnya kesalahan, tetapi manakah yang benar?
Bukankah garis BC itu dapat dibuat melalui titik A? Kata guru, gunakan
bilangan nol dengan cara yang benar. Bagaimana kita harus membantu Ani
membuat garis yang benar itu? Mudah, kata konsultan Matematika. Mula-mula
nilai 25 dalam 3x + 7y harus diganti dengan hasil perkalian 3 dan 7 sehingga
diperoleh 3x + 7y = 21.

Selanjutnya, dalam persamaan yang baru, berikan y = 0 diperoleh x = 21 / 3 =
7 (tanpa pembulatan) itulah titik pertama P(6,1). Kemudian berikan nilai x=0
diperoleh y = 21 / 7 = 3 (tanpa pembulatan), itulah titik kedua Q(0, 3).
Garis PQ adalah garis yang sejajar dengan garis yang dicari, yakni 3x+7y=25.
Melalui titik A tarik garis sejajar dengan PQ diperoleh garis P1Q1. Nah,
begitulah. Sang murid telah menemukan garis yang benar berkat bantuan
bilangan nol.

Akan tetapi, sang guru masih sangat kecewa karena sebenarnya tidak ada satu
garis pun yang benar. Bukankah dalam persamaan 3x1 + 7x2 = 25 hanya ada satu
titik penyelesaian yakni titik A, yang berarti persamaan 3x1 + 7x2 itu hanya
berbentuk sebuah titik? Bahkan pada persamaan 3x1 + 7x2 = 21 tidak ada
sebuah titik pun yang berada dalam garis PQ. Oleh karena itu, garis PQ dalam
sistem bilangan bulat, sebenarnya tidak ada. Aneh, bilangan nol telah menipu
kita. Begitulah kenyataannya, sebuah persamaan tidak selalu berbentuk sebuah
garis.

Bergerak, tetapi diam
Bilangan tidak hanya terdiri atas bilangan bulat, tetapi juga ada bilangan
desimal antara lain dari 0,1; 0,01; 0,001; dan seterusnya sekuat-kuat kita
bisa menyebutnya sampai sedemikian kecilnya. Karena sangat kecil tidak bisa
lagi disebut atau tidak terhingga dan pada akhirnya dianggap nol saja.
Tetapi, ide ini ternyata sempat membingungkan karena jika bilangan tidak
terhingga kecilnya dianggap nol maka berarti nol adalah bilangan terkecil?
Padahal, nol mewakili sesuatu yang tidak ada? Waw. Begitulah.

Berdasarkan konsep bilangan desimal dan kontinu, maka garis bilangan pada
Gambar 1a tidak sesederhana itu karena antara dua bilangan selalu ada
bilangan ke tiga. Jika seseorang melompat dari bilangan 1 ke bilangan 2,
tetapi dengan syarat harus melompati terlebih dahulu ke bilangan desimal
yang terdekat, bisakah? Berapakah bilangan desimal terdekat sebelum sampai
ke bilangan 2? Bisa saja angka 1/2. Tetapi, anda tidak boleh melompati ke
angka 1/2 karena masih ada bilangan yang lebih kecil, yakni 1/4. Seterusnya
selalu ada bilangan yang lebih dekat... yakni 0,1 lalu ada 0,01, 0,001, ...,
0,000001. demikian seterusnya, sehingga pada akhirnya bilangan yang paling
dekat dengan angka 1 adalah bilangan yang demikian kecilnya sehingga
dianggap saja nol. Karena bilangan terdekat adalah nol alias tidak ada, maka

Anda tidak pernah bisa melompat ke bilangan 2 ?

Yusmichad Yusdja,Staf peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
dan ekonomi Pertanian IPB
Sumber: Kompas Cyber Media

Tidak ada komentar: