Rabu, 20 Agustus 2008

Menjadi Pemimpin Sejati


"Seorang pemimpin adalah seseorang yang melihat lebih banyak dari pada
yang dilihat orang lain, yang melihat lebih jauh dari pada yang dilihat
orang lain, dan yang melihat sebelum yang lainnya melihat." Levoy Eims,
penulis buku Be The Leader You Were Meant To Be.

Levoy Eims mencoba memberikan gambaran tentang seorang pemimpin sejati.
Kita semua sangat membutuhkan seorang pemimpin sejati guna membangun
budaya positif, kemajuan dan prestasi dalam berbagai bidang kehidupan;
misalnya dalam bisnis, organisasi atau sosial masyarakat. Melalui kisah
tentang dua orang penjelajah kutub selatan berikut ini kita akan mencoba
meneladani bagaimana sosok pemimpin sejati yang sesungguhnya.

Dikisahkan bahwa kutub utara telah berhasil ditahklukkan pada tanggal 6
April 1909 oleh kelompok penjelajah pimpinan Robert E. Peary (1856-1920)
asal Amerika. Berita tentang keberhasilan penjelajahan tersebut segera
tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dua orang diantaranya tertarik untuk
menahlukkan kutub selatan, yaitu Roald Amundsen (1872-1928) dari
Norwegia dan seorang pejabat angkatan laut Inggris, Kapten Robert Falcon
Scott.

Kedua orang tersebut berkeinginan untuk mencapai kutub selatan dari rute
yang berbeda. Dikisahkan bahwa tim penjelajah dibawah pimpinan Roald
Amundsen berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 14 Desember 1911,
atau satu bulan lebih cepat dari tim penjelajah pimpinan Robert Falcon
Scott. Selanjutnya tim penjelajah pimpinan Amundsen berhasil kembali
pulang dengan selamat. Sedangkan berita menyedihkan datang dari tim
penjelajah pimpinan Scott, karena semua anggota tim termasuk dirinya
sendiri tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan.

Mengapa dapat terjadi, dua tim yang sama-sama menghadapi tantangan berat
selama menembus kutub selatan mencapai hasil yang bertolak belakang?
Banyak kalangan menilai bahwa kegagalam tim Scott maupun keberhasilan
tim Amundsen sangat ditentukan oleh pola kepemimpinan masing-masing
diantara mereka. Dari sanalah kita mencoba mencermati bagaimanakah pola
kepemimpinan masing-masing diantara mereka untuk mengetahui apakah
mereka termasuk pemimpin yang ideal atau tidak.

Di Inggris, Scott dikenal mempunyai kemampuan memimpin yang luar biasa.
Visi dan misi yang ingin ia capai bersama tim penjelajah juga jelas,
yaitu mencapai kutub selatan dan pulang dengan membawa keberhasilan.
Untuk mencapai visi dan misi tersebut ia juga melakukan berbagai
persiapan.

Diceritakan bentuk persiapan Scott antara lain adalah menyediakan sebuah
kereta luncur bermesin ditambah dengan beberapa ekor anak kuda. Ia
bersama timnya juga menyediakan pos-pos persediaan makanan di sepanjang
rute yang akan mereka lalui. Tetapi bagaimana kelanjutan kisah mereka
dan penyebab utama sehingga semua anggota tim termasuk Scott sendiri
tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan ?

Semua kisah dan kendala yang harus mereka hadapi terungkap dalam
surat-surat tulisan Scott yang diketemukan di dalam tubuhnya beberapa
bulan setelah kematiannya. Surat-surat tersebut kemudian disimpan oleh
Philippa Scott, putra tunggal Scott. Philippa Scott yang meninggal dunia
pada tahun 1989 itu menghadiahkan surat-surat milik Scott kepada Scott
Polar Research Institute di Universitas Cambridge.

Scott Polar Research Institute di Universitas Cambridge memamerkan
surat-surat Scott kepada khalayak umum pada tanggal 17 Januari 2007.
Dalam surat tersebut diketahui bahwa kendala serius mulai muncul ketika
kereta luncur bermesin itu rusak pada hari ke-5 penjelajahan dimulai.
Scott menulis bahwa cadangan tenaga dari anak-anak kuda tak lagi dapat
diandalkan. Pasalnya, anak-anak kuda itu tak mampu bertahan dalam cuaca
dingin, sehingga anggota tim Scott terpaksa membunuh anak-anak kuda itu
di kaki gunung Transantarctic.

Setelah itu semua anggota tim terpaksa bahu-membahu menarik kereta
luncur seberat 200 pon. Sementara pos-pos persediaan makanan yang sudah
dipersiapkan ternyata lokasinya sangat sulit dijangkau. Tim Scott
benar-benar kesulitan menemukan pos-pos makanan itu. Sehingga tenaga
mereka terkuras.

Sedangkan cuaca yang sangat dingin menyebabkan stamina tim penjelajah
pimpinan Scott menurun drastis. Terlebih mereka kurang memperhitungkan
kesiapan peralatan penjelajahan, terutama kaca mata. Tak mengherankan
jika dalam penjelajahan tersebut anggota tim Scott mengalami kendala
kesehatan serius, misalnya; dehidrasi, mata hampir buta, kedinginan,
kelaparan, dan keracunan dalam darah.

Di sisi lain, Amundsen sebagai pemimpin juga mempunyai visi yang jelas
dan tidak berbeda dengan visi yang ingin dicapai tim Scott. Bedanya,
Amundsen melakukan perencanaan yang sangat teliti dan persiapan yang
matang, termasuk mempelajari metode-metode kaum Eskimo serta penjelajah
Arctic lain yang sudah berpengalaman. Salah satu bentuk persiapan mereka
antara lain adalah kereta luncur yang ditarik oleh beberapa ekor anjing.
Kekuatan anjing-anjing itu dalam sehari maksimal hanya 6 jam atau
sekitar 20 mil perjalanan.

Tim pimpinan Amundsen juga menyiapkan pos-pos yang menyediakan makanan
dan minuman cukup banyak dan lokasinya mudah dijangkau. Dengan demikian,
tim Amundsen tidak kesulitan mendapatkan persediaan makanan di sepanjang
perjalanan. Lagipula mereka tak perlu membawa beban terlalu berat.
Selain itu, Amundsen melengkapi timnya dengan peralatan penjelajahan
terbaik dan lengkap.

Dari sana kita dapat melihat bahwa sudah menjadi tugas pemimpin untuk
menentukan arah tim atau organisasi yang ia pimpin. John C. Maxwell
mengatakan, "Ibaratnya siapapun dapat mengemudikan kapal, namun hanya
pemimpin yang dapat menentukan arahnya." Sosok pemimpin seperti Amundsen
maupun Scott sebenarnya sudah mampu memainkan peran mereka sebagai
pimpinan, terbukti mereka berdua sudah mampu merumuskan visi dan misi
yang hendak mereka capai.

Tetapi seorang pemimpin tak hanya perlu menciptakan visi dan misi,
melainkan merumuskan realita yang ada, termasuk kekurangan dan kekuatan
yang ada dalam tim, organisasi, negara dan lain sebagainya. Selain itu,
seorang pemimpin ideal akan sangat menghargai perbedaan maupun
kekurangan masing-masing fungsi sekaligus menciptakan harmonisasi
sehingga elemen-elemen yang ada saling mensinergi kemajuan. Seorang
pemimpin juga dituntut untuk peka dan mampu memperhitungkan segenap
potensi yang ada untuk menciptakan pertumbuhan dan merealisasikan visi
dan misinya menjadi kenyataan.

Scott tidak mempunyai kualitas sebagai pemimpin ideal sebagaimana
disebutkan di alenia di atas. Ia tidak peka dan tidak mampu
mengharmoniskan potensi yang ada di dalam timnya untuk mencapai visi dan
misi. Dikisahkan sesaat sebelum berangkat, Scott secara sepihak
memutuskan menambah satu orang, yaitu rekannya sendiri, kedalam tim
penjelajahan menjadi 5 orang. Padahal bekal ketersediaan bahan makanan
tim tersebut hanya cukup untuk 4 orang.

Meskipun mereka berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 17 Januari
1912, tetapi kondisi kesehatan para anggota tim Scott sangat lemah dan
kelaparan. Melihat kondisi seperti itupun Scott masih berkeras agar
timnya membawa pulang 30 pon spesimen geologi. Tindakan Scott itu jelas
semakin membebani para anggota timnya, sekaligus membuktikan bahwa ia
bukanlah pemimpin yang cukup peka. Padahal kepekaan terhadap kerinduan,
keinginan, harapan dan kemauan para anggota tim merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan dalam memimpin.

Tindakan Scott yang tidak peka benar-benar fatal hingga menewaskan semua
anggota tim termasuk dirinya sendiri. Dalam sebuah cacatan harian, Scott
menuliskan penyesalannya, "It is a terrible disappointment, and I am
very sorry for my loyal companions. ? Ini merupakan kekecewaan yang
begitu dalam, dan saya sangat menyesalkan tindakan saya terhadap
rekan-rekan yang sudah begitu setia (para anggota dalam tim
penjelajahannya)." Tragedi yang menimpa semua anggota tim diakibatkan
Scott lebih mengutamakan egonya sendiri. Hal itu mencerminkan
ketidakmampuan Scott menjadi pemimpin sejati.

Kesimpulan tentang kualitas pemimpin ideal sebenarnya senada dengan
pendapat Patricia Patton, seorang konsultan profesional. "It took a
heart, soul and brains to lead a people ??, - Untuk memimpin orang lain
dibutuhkan totalitas pengabdian dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran,"
katanya. Dengan demikian seorang pemimpin sejati tak hanya harus
memiliki kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan emosional.

Daniel Goleman kemudian mengelompokkan tipe pemimpin kedalam 6 golongan,
yaitu visionary (memiliki visi), coaching (mendidik), affiliate
(mengedepankan keharmonisan dan kerja sama), democratic (menghargai
pendapat orang lain), pacesetting (memberikan contoh dan tindakan),
commanding (tegas dan berani mengambil resiko). Namun tipe pemimpin
paling ideal menurutnya adalah mereka yang mampu menerapkan ke-6 tipe
tersebut sesuai dengan kebutuhan secara benar dan tepat.

Selama ini kualitas pemimpin sejati dianggap sebagai bakat yang tumbuh
dalam diri seseorang secara alamiah. Tetapi sebenarnya kemampuan menjadi
pemimpin sejati dapat dilatih, khususnya untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi, berpikir dan bertindak positif, membangun jaringan dan
kerjasama, menetapkan target-target,  berempati, dan lain sebagainya.
Artinya, siapapun dapat tampil sebagai pemimpin sejati yang menjadi
dambaan semua orang dan berperan siginifikan sebagai pelopor untuk
membangun kehidupan kita semua, asalkan ada kemauan dan upaya yang
sungguh-sungguh untuk melatih diri misalnya melalui seminar, pelatihan,
belajar dari pemimpin yang sukses maupun sejarah kebijakan mereka dan
lain sebagainya.

<oleh Andrew Ho>
Posted by:    rumadi@yahoo.com

Tidak ada komentar: