Rabu, 27 Agustus 2008

KETIKA WAKTUNYA PULANG


Oleh: Eko Jalu Santoso, www.ekojalusantoso.com

Sebelum kita manusia dilahirkan di dunia, sesungguhnya kita adalah makhluk spiritual murni yang suci dan berada di tempat ketinggian. Ketika dilahirkan di dunia, kita adalah makhluk spiritual dan sekaligus makhluk fisik yang sempurna. Dengan bekal kesempurnaan itu kita manusia diberi kesempatan sejenak untuk berkelana menikmati indahnya perjalanan kehidupan dunia. Namun, pada waktunya nanti, kita semua manusia akan dipanggil kembali untuk pulang menghadap Tuhan Sang Pencipta. Kemudian akan dipertanyakan apa yang sudah dilakukannya selama sejenak perjalanannya di dunia dan itulah yang akan menjadi bekalnya dalam perjalanan spiritual selanjutnya.

Ketika kita hidup di dunia, sesungguhnya kita manusia bagaikan anak-anak kecil yang sedang diberi kesempatan oleh sang Ibu untuk bermain-main di halaman rumahnya. Tuhan ibaratnya adalah Ibu kita, sedangkan halaman rumah ibaratnya adalah dunia luas milik Tuhan. Adabegitu banyaknya hamparan permainan di halaman rumah Tuhan dan kita manusia diberi kebebasan untuk menikmatinya. Namun salah satu pesan Tuhan adalah agar manusia memilih permainan yang bersih dan suci, agar pada saatnya kembali ke rumah Tuhan nanti dalam keadaan bersih dan suci. Karena Tuhan adalah Dzat Yang Maha Suci.

Namun karena asyiknya bermain di halaman rumah Tuhan, seringkali kita manusia lupa diri dan melanggar pesan Tuhan tersebut. Kita bermain-main di tempat yang kotor dan mengabaikan pesan larangan-larangan yang sudah ditetapkan Tuhan. Begitu banyaknya godaan kenikmatan dan permainan di dunia, seringkali membuat kita lupa diri lebih memperturutkan hawa nafsu dengan mengabaikan pesan larangan-larangan Tuhan.

Ketika tiba waktunya, maka Tuhan akan memanggil kembali kita untuk pulang ke rumahnya. Tuhan adalah Dzat Yang Maha Suci, maka rumahnya adalah rumah suci, untuk kembali memasuki rumahnya diperlukan kesucian diri kita. Seperti halnya anak kecil yang bermain kotoran tadi, maka ada dua cara untuk mensucikan diri. Pertama dengan berusaha mensucikan diri sendiri sebelum memasuki rumah Illahi, dengan selalu melakukan perbuatan dan tindakan yang tidak melangar larangan Tuhan. Kedua, karena begitu sayangnya Tuhan kepada kita, seperti seorang Ibu yang memandikan dulu anaknya sebelum memasuki rumah sucinya.

Sakit adalah salah satu cara Tuhan untuk memandikan manusia atau mensucikan kita manusia yang disayanginya, sebelum dipanggil kembali memasuki rumah sucinya. Allah SWT menghendaki datangnya musibah seperti rasa sakit pada seseorang tidak lain sebagai penghapus dosa hamba-hambanya. Nanti di akhirat ada dosa yang tak diperhitungkan lagi karena hukumannya sudah ditunaikan Allah SWT di dunia, demikian salah satu nasehat yang pernah saya dengar dari seorang ulama.

Kembali saya teringat sebuah hadist yang  mengatakan, "Apabila Allah SWT menghendaki kebaikan bagi hamba-hambanya, maka didahulukan baginya hukuman di dunia dan  bila Allah SWT menghendaki keburukan, maka dibiarkan dengan dosa-dosanya, sehingga dosa-dosanya itu dibalas pada hari kiamat."  Maka ketika beberapa tahun lalu ayah saya mulai didiagnosa menderita penyakit lemah jantung hingga pernah harus dirawat di ICCU, mungkin inilah yang dimaksudkan dalam hadits tersebut diatas. AllahSWTmenyayangi ayah saya dan menghendaki kebaikannya, sehingga diberilah rasa sakit untuk mensucikan sebelum memanggilnya kembali ke rumah suciNya.

Saya bersyukur Tuhan masih memanjangkan umur bapak sehingga kami semua masih diberi kesempatan untuk berkumpul dengannya. Kemudian tepatnya pada tanggal sepuluh bulan limatahun duaribu delapan lalu, setelah kembali menderita sakit beberapa hari, bapak dipanggil pulang ke Rahmatullah. Begitulah rupanya cara Tuhan mempersiapkan bapak untuk memasuki rumah suci-Nya agar dalam keadaan bersih dan suci, kembali menghadap Sang Illahi.

Kita manusia sebaiknya menyadari hanyalah mahkluk kecil dan sangat kecil di permukaan bumi ini, kalau dihadapkan pada kebesaran Allah Tuhan Yang Maha Menguasai Alam Raya. Kita manusia hanyalah makhluk lemah dan tak berdaya di permukaan dunia ini, kalau dihadapkan pada kekuasaan Allah Tuhan Yang Maha Besar. Tidak ada artinya itu kekuasaan manusia di dunia, tidak ada nilainya itu harta kekayaan manusia di dunia, tidak ada itu artinya ilmunya di dunia, kalau dibandingkan dengan kekuasaan, kekayaan dan kebesaran Allah Tuhan Yang Maha Menguasai Kehidupan.

Pada waktunya tiba, semua itu harus kita tinggalkan untuk menghadap kepada Tuhan. Tidak ada cara untuk menghadapinya, selain keikhlasan, kebersihan, kesucian dan kepasrahan hati. Tidak ada bekal untuk menghadap-Nya selain amal ibadah dan kesucian diri. Itulah ketentuan yang sudah ditetapkan di setiap pundak manusia. Karena setiap yang bernyawa akan merasakan mati, setiap yang berjiwa akan merasakan mati, maka lebih baik mempersiapkan diridengan keikhlasan, kesucian dan kepasrahan untuk menghadapinya. SEMOGA BERMANFAAT.

 Ditulis untuk mengenang berpulangnya ke Rahmatullah ayah kami tercinta Bpk. Salam Siswo Sugiarto, pada Tanggal 10 Mei 2008 di Yogyakarta.

 

***Eko Jalu Santoso adalah Founder Motivasi Indonesiadan Penulis Buku "The Art of Life Revolution" dan buku "Heart Revolution: Revolusi Hati Nurani Menuju Kehidupan Penuh Potensi", Keduanya Diterbitkan Elex Media Komputindo.

 

 
  Motivation of The Day : " Saat Nyawa Tercabut "      

Posted by:      "Rahardi, Mohamad Rian"       Mohamad-Rian.Rahardi@standardchartered.com          misterry18  

Tue May 27, 2008 9:47 pm        (PDT)    


Sahabatku,

Kehidupan manusia di dunia, tak ubahnya sebuah perjalanan yang pasti ada
akhirnya. Dan tahukah sahabat apa yang akan menjadi akhir dari
perjalanan kita di dunia ini - untuk selanjutnya memulai sebuah
perjalanan baru  ke negeri yang masih asing? Itulah kematian.
Kematianlah, akhir kisah hidup kita di dunia.

Lalu, adakah kita siap menjumpainya ketika malaikat pencabut nyawa sudah
datang menjemput? Adakah kita siap ketika kain kafan akan membungkus
tubuh kita? Adakah kita siap ketika tubuh kita akan diturunkan ke liang
lahat? Ketika papan-papan menutup jasad, ketika gumpalan tanah menimbun,
apakah kita siap? Ingatlah kita pasti mati. Kita pasti berpisah dengan
ibu bapak kita. Merekakah yang akan berpulang lebih dulu? Ataukah malah
kita yang mendahului mereka? Kita pasti berpisah dengan orang orang yang
kita cintai / sayangi. Betapapun kita teramat sayang kepada mereka,
Allah pasti membuat kematian yang akan mengakhiri segalanya.

"Kullu nafsin dzaa iqatul maut," [QS. Ali Imran (3) ; 19) demikian Allah
Azza wa Jalla menegaskan. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati!
Dan sakaratul maut itu sakit sekali, kambing saja yang tidak mempunyai
dosa apapun, ketika disembelih, Allah memperlihatkan kepada kita, betapa
sulitnya ia meregang nyawa. Ayam adalah mahluk Allah yang selalu
bertasbih, dan karena itu ia bersih dari dosa. Tetapi, ketika disembelih
betapa ia menggelepar-gelepar tanda teramat sakitnya melepas nyawa.

Sahabat,

Kita pun demikian halnya. Semakin busuk diri kita ketika hidup, mungkin
saat-saat tercerabutnya nyawa dari badan akan merupakan saat-saat yang
teramat pahit dan menderita. Tubuh ini laksana dibelit kawat berduri
yang menghunjam ke setiap bagian otot, kemudian ditarik, sehingga
tercabik-cabik dan tercerabut dari tulang.

Kita pasti akan meninggalkan segala yang apa kita cintai. Hanya kain
kafan yang menemani. Mungkin saat-saat kita meninggal, orang-orang
menangis, tapi mungkin juga sebaliknya, menertawakan. Jasad yang
terbujur kaku pun dengan tanpa daya diusung orang menuju liang kubur.
Ya, disanalah rumah terakhir kita. Tidak ada yang kita bawa. Kita akan
dibaringkan menghadap kiblat. Kain kafan dibuka sedikit pada wajah kita
agar menyentuh tanah. Papan-papan pun akan mempersempit ruang lahat.
Kemudian, pelan-pelan tanah akan menutup dang menghimpit, hingga tak ada
sedikit pun ruang yang tersisa. Mungkin yang akan menimbunkan tanah itu
justru orang-orang yang paling kita cintai.

Semakin lama semakin gelap dan pekat. Kita tak lagi mempunyai teman,
selain amal baik. Harta, pangkat, jabatan, yang mati-matian kita cari
sampai tidak ingat shalat, tidak ingat shaum, tidak ingat zakat.
Semuanya tidak ada yang mampu menolong kita. Bahkan mungkin tumpukan
harta yang kita tinggalkan malah memperberat kita karena dipakai maksiat
oleh anak dan keturunan kita.

Sahabat,

Saat itulah kita akan mempertanggungjawabkan segala apa yang pernah
diperbuat di dunia. "Hai dungu," demikian mungkin kita disergah.
"Mengapa engkau begitu zhalim kepada dirimu sendiri? Kepalamu tidak
pernah kau gunakan untuk bersujud. Yang melingkar-lingkar dalam otakmu
hanya urusan dunia belaka. Padahal ternyata semua itu tidak bisa kau
bawa. Tanganmu berlumur aniaya, sedang berderma menolong sesama tidak
pernah ada. Matamu bergelimang maksiat, sedang Al-Qur'an tidak pernah
kau singkap dan kau lihat. Di telingamu hanya berdenging musik sia-sia
dan kata-kata penuh maksiat, sedang kebenaran tak sedikit pun kau simak
meski sesaat. Kenapa keningmu hanya kau dongakkan penuh keangkuhan,
tetapi tidak sekalipun kau letakkan di atas sajadah kepasrahan?"

Mungkin saat itulah kita melolong-lolong menjerit penuh penyesalan.
Ketika itulah akan kita rasakan gemeretaknya tulang-belulang di sekujur
tubuh hancur luluh dihimpit oleh kubur yang teramat benci kepada jasad
yang sarat bergelimang dosa.

Sahabat,

Ketahuilah bahwa kematian itu pasti, dan siksa kubur pun pasti bagi
orang yang tidak mempersiapkan diri.

Baca juga artikel motivasi lainnya hanya di :

http://www.beraniegagal.com

Tidak ada komentar: