Rabu, 07 Mei 2008

MENGERTI Ataukah MENYADARI ?


Saya sebenarnya punya sebuah impian besar, yaitu: "Merealisasikan
kebahagiaan material dan spiritual bagi seluruh pegawai dan seluruh
manusia, serta memimpin usaha perdamaian di seluruh dunia." Ini
sepertinya menjadi sebuah obsesi saya, yang saya sendiri pun tidak
tahu apakah impian besar itu benar-benar bisa saya wujudkan kelak.
Ataukah hanya sebatas berupa cita-cita mulia yang terlintas di
pemikiran saya.

Tujuan utama saya adalah menolong sesama untuk hidup layak, dan
berbahagia dalam arti sebenarnya. Jika impian besar saya ini bisa
diwujudkan secara nyata, maka itu akan dapat meneguhkan dasar
kehidupan manusia secara luas, dan menentukan apakah kehidupan kita
sudah sesuai atau tidak, dalam mewujudkan manusia yang
berkepribadian unggul bagi diri sendiri, maupun untuk orang lain.

Saya sering mengemukakan tema berbeda-beda dalam menjelaskan "lorong-
lorong kehidupan" yang harus dan semestinya dilalui untuk membangun
kehidupan manusia. Oleh karenanya, saya berharap pada akhirnya dapat
memberikan kesadaran pada mereka yang salah jalan, menunjukkan
kesalahannya, menemukan kebenarannya, sehingga membuat mereka ini
mampu beradaptasi terhadap kebenaran ataupun kenyataan di kehidupan
ini.

Melalui pengalaman dan pengetahuan yang saya sadari juga masih
terbatas ini, maka impian besar saya ini anggap sebagai landasan
prinsip saya untuk berusaha membimbing dan menyadarkan mereka yang
membutuhkan dukungan untuk menjalani kehidupan dengan penuh
kebahagiaan sejati.

Oleh karena itu, untuk bisa mewujudkan impian besar saya tersebut,
hal pertama yang harus saya lakukan adalah, selain memikirkan
kehidupan saya sendiri beserta keluarga besar saya, maka saya
sedapat mungkin, sedikit demi sedikit berusaha untuk memahami
kebenaran hidup. Jika tidak demikian, saya merasa tidaklah mungkin
dapat hidup secara sempurna sebagai manusia. Singkat kata, maksud
saya tentang memahami kebenaran hidup adalah sama dengan seperti
saat kita mengusir orang-orang jahat yang menganiaya orang lemah.

Seandainya saya sebagai orang awam, yang hanya hidup dan bekerja
untuk uang saja, maka saya akan selalu berkata: "Jual lebih banyak…
dan semakin banyak lagi. Tingkatkan penjualan!", "Kurangi biaya
pengeluaran. Sedapat mungkin undurkan pembayaran jatuh tempo, kalau
perlu jangan dibayar!", "Tingkatkan efisiensi di setiap sektor
usaha!"

Dan, saya tidak perlu bersusah payah memikirkan hal-hal yang rumit
tentang orang lain. Jika saya hanya melakukan itu, memberikan
perintah "ini" dan "itu" saja, maka saya yakin, pasti akan memiliki
sejumlah perusahaan yang memiliki uang kontan terbanyak di negeri
ini. Akan tetapi, saya tidak mau berbuat demikian, dan selalu
menghindarinya, karena bagi saya kehidupan ini tidak sama dengan
uang.

Impian manusia bukanlah harta dan nama besar saja. Menurut saya,
impian manusia yang sebenarnya, dan merupakan tujuan serta misi
hidup adalah: "Mempersembahkan diri dengan segenap kemampuan yang
dimiliki untuk kebaikan manusia dan dunia."

Dalam menjalankan bisnis sebenarnya juga harus demikian. Namun,
bagaimanakah kenyataannya? Jika kita amati secara kasat mata, para
pengusaha dewasa ini, kalau mendapat "cek kosong" walaupun jumlahnya
sedikit, mereka bersikap seperti siput yang disiram garam, "megap-
megap" kehabisan nafas. Dan, ketika mendapat kerugian sedikit saja,
mereka mengeluh: "Waduh… Habislah saya. Saya tidak dapat
menanggungnya!", lalu melarikan diri.

Para pengusaha semacam itu ada dimana-mana, bagaikan jamur yang
tumbuh dan berkembang, dimana perekonomian sedang berkembang dan
menggelembung. Mereka ini hanya memiliki ambisi yang dibanggakan
pada permukaan luarnya saja, tetapi tidak memiliki keyakinan yang
cukup di dalam dirinya untuk bisa benar-benar meraih sukses.

Marilah kita merenungkan diri sejenak.

Selengkapnya, mohon untuk merenungkannya di blog saya ini:
http://wuryanano.wordpress.com/


by Wuryanano

Tidak ada komentar: